Kamis, 24 April 2014

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan di Indonesia

TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI BANTEN
Jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang (8,00 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254 orang (5,71 persen). Pada periode September 2012-Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Badan Pusat Statistik (BPS) Banten mencatat  angka pengangguran di Provinsi Banten berkurang atau cenderung menurun,dari periode bulan Agustus 2012 mencapai 519,2 ribu penduduk angka pengangguran terbuka maka,di periode yang sama pada bulan Agustus 2013 menjadi 509.300 penduduk. Jumlah angkatan kerja di Banten pada Agustus 2013 mencapai 5.146,3 ribu orang atau meningkat sekitar 21,2 ribu orang bila dibanding angkatan kerja Agustus 2012, yaitu sebesar 5.125,1 ribu orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja di Banten pada Agustus 2013 mencapai 4.637,0 ribu orang atau bertambah sekitar 31,2 ribu orang bila dibanding keadaan pada Agustus 2012 sebesar 4.605,8 ribu orang.
Memasuki usia tiga belas tahun bagi Provinsi Banten, jika dianalogikan dengan siklus usia manusia maka usia ini sedang masuk masa remaja yang sering disebut masa puber. Perkembangan dan perubahan fisik mulai terjadi dan secara naluriah rasa ingin tahu terhadap diri dan orang lain juga semakin tinggi. Lembaga kesehatan di bawah PBB, WHO mendefinisikan remaja sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa dengan segala perubahan-perubahannya seperti perubahan fisik, hubungan sosial, bertambahnya kemampuan dan ketrampilan, pembentukan identitas diri. Pada akhir masa remaja diharapkan kedewasaan sudah tercapai, sudah mampu mencari nafkah sendiri dan membentuk keluarga. Tulisan ini dimaksudkan menelaah berbagai tantangan dan mengembangkan potensi menjadi hal konkrit untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan memantapkan laju kekuatan yang ada di Banten.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu orang (3,72 persen). Dibandingkan dengan Maret 2013 (354,19 ribu orang atau 3,55 persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau meningkat 0,17 poin. Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin meningkat 8,93 ribu atau meningkat 0,02 poin. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berupaya melakukan terobosan untuk mengatasi krisis ekonomi namun hasilnya belum memadai, dimana roda perekonomian belum berjalan sebagaimana mestinya. Lambatnya pemulihan ekonomi telah menyebabkan angka pengangguran masih tetap tinggi. Selain itu peningkatan angka pengangguran juga disebabkan oleh tekanan angkatan kerja baru, serta masih berlangsungnya urbanisasi pada kelompok usia kerja. Walaupun tidak memiliki sumber daya alam yang memadai, tetapi sesungguhnya potensi ekonomi Provinsi DKI Jakarta cukup baik bahkan tidak tersaingi oleh provinsi-provinsi lain, karena disamping sebagai ibukota negara Jakarta juga merupakan pusat perdagangan dan jasa. Jakarta juga memiliki potensi sumber daya perikanan, industry, pariwisata dan sumber daya manusia berkualitas yang belum diberdayakan secara lebih terarah. Apabila potensi-potensi ini dipadukan dengan pengembangan UKM, maka Jakarta akan memiliki struktur dan fundamental ekonomi yang lebih sehat dan dinamis, baik dalam penciptaan pendapatan, perluasan kesempatan kerja maupun keseimbangan sosial.
Dikaitkan dengan kemakmuran suatu negara atau wilayah, ketimpangan memberi gambaran bersifat makro, artinya tidak akan mampu menjelaskan lebih lanjut apakah dengan ketimpangan rendah dengan sendirinya negara atau wilayah tersebut makmur dan sebaliknya. Ketimpangan rendah pada rata rata pendapatan tinggi adalah tepat dipakai sebagai ukuran keberhasilan pembangunan, namun ketimpangan rendah pada rata rata pendapatan rendah merupakan gambaran “kemiskinan yang merata” di negara atau wilayah tersebut. Berbagai literature juga mengatakan, awal pembangunan yang ditandai dengan pertumbuhan tinggi, pada umumnya akan berdampak pada ketimpangan yang cukup tinggi pula.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan September 2013 sebesar 4.382.648 orang (9,61persen). Dibandingkan dengan bulan Maret 2013 sebesar 4.297.038 orang (9,52 persen), jumlah penduduk miskin bulan September 2013 mengalami kenaikan sebesar 85.610 orang (0,09 persen). Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2013 sebesar Rp. 276.825,- atau mengalami peningkatan sebesar 9,64 persen dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan Maret 2013 (Rp. 252.496,-).
Jawa Barat mengalami penambahan jumlah angkatan kerja. Pada bulan Februari 2013 angkatan kerja berjumlah 20.388.637 orang, sedangkan pada Februari 2012 sebanyak 20.138.658 orang, atau mengalami peningkatan sebesar 249.979 orang pada kurun waktu satu tahun. Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada Februari 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan Februari 2012. Pada bulan Februari 2013 penduduk yang bekerja tercatat sebanyak 18.573.371 orang, mengalami kenaikan 403.719 orang dibandingkan Februari tahun yang lalu sebanyak 18.169.652 orang. Selama kurun waktu satu tahun terjadi penurunan jumlah penganggur sebanyak 153.740 orang. Pada Februari 2012 penganggur di Jawa Barat mencapai 1.969.006 orang, sedangkan pada bulan Februari 2013 tercatat penganggur sebanyak 1.815.266 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 0,88 persen dari 9,78 persen pada Februari 2012, menjadi 8,90 persen pada Februari 2013.
 Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur di Jawa Barat ternyata diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin besar, terlihat dari angka rasio gini yang meningkat. Semua pihak tentu mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur juga diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin merata. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pertumbuhan ekonomi sektoral, perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat serta mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Angka kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih cukup tinggi, yaitu sebesar 14,98 persen atau di atas rata-rata nasional sebanyak 11 persen. data kemiskinan di Jateng per September 2012 terdapat sekitar 4.244.206 rumah tangga (RT) atau 14,98% dari total jumlah RT se-Jateng. Dari jumlah tersebut, terbagi RT berkategori "Sangat Miskin" 521.186, RT "Miskin" 674.182, RT "Hampir Miskin" 1.155.102, dan RT "Rentan Miskin" 1.893.736. Ada beberapa permasalahan terkait penanggulangan kemiskinan itu, antara lain belum optimalnya akses layanan dasar pada masyarakat miskin, kurang tepatnya sasaran penerima program perlindungan sosial, dan masih banyaknya penduduk miskin pedesaan yang rendah produktivitas. Selain itu, faktor tingginya alih fungsi lahan pertanian tanpa persiapan sumber daya manusia serta terjadinya bencana alam.
Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99 juta orang, berkurang sekitar 108 ribu orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar 17,09 juta orang dan bertambah 77 ribu juta orang jika dibanding Februari 2013 yang sebesar 16,91 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Tengah pada Agustus 2013 mencapai 15,97 juta orang, berkurang sekitar 169 ribu orang dibanding keadaan pada Agustus 2012 mencapai 16,13 juta orang dan berkurang sekitar 4 ribu orang dibandingkan Februari 2013 sebesar 15,97 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2013 mencapai 6,02 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,39 persen poin dibanding TPT Agustus 2012 dengan nilai TPT sebesar 5,63 persen dan jika dibandingkan dengan Februari 2013 juga mengalami peningkatan sebesar 0,45 persen poin dengan nilai TPT sebesar 5,57 persen.
Tujuan utama dari pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, juga mengurangi tingkat kemiskinan, ketimbangan pendapat dan tingkat pengangguran serta menciptakan kesempatan kerja. Pembangunan daerah Jawa Tengah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan di daerah. Sebagai prioritas pembangunan daerah provinsi Jawa Tengah meletakkan pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi melalui terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang diberbagai sektor baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI D I YOGYAKARTA                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
fakta tentang angka kemiskinan terbesar di Jawa pun begitu mengejutkan. Siapa sangka provinsi termiskin se-Jawa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Rasanya tak mungkin DIY yang melesat hebat sebagai kota jasa dan wisata dengan sejumlah simbol pembangunan kotanya yang menggurita justru menyimpan kondisi yang sebaliknya. Masalah kependudukan memang dipahami banyak pihak menghimpit DIY, tapi kemiskinan apakah begitu dahyat?.Faktanya meski menyandang status Daerah Istimewa angka kemiskinan DIY ternyata tak kalah “istimewa”. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkini pada September 2013 menunjukkan persentase penduduk miskin kota dan desa di DIY sebesar 15,03%. Angka tersebut memang turun dari periode yang sama tahun 2012. Namun tingkat kemiskinan di DIY tetap menjadi yang terbesar di antara seluruh Provinsi di Jawa. Sebagai gambaran DKI Jakarta yang dikenal memiliki banyak penduduk miskin kota persentase kemiskinannya sebesar 3,72%. Sementara Banten yang dikenal sebagai salah satu provinsi tertinggal memiliki angka kemiskinan 5,89%. DIY pun masuk ke dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia.
Jumlah pengangguran di Provinsi DI Yogyakarta dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) yang dilakukan Februari 2010 diketahui jumlah pengangguran di DIY meningkat hingga 3.300 orang dibandingkan tahun 2009 lalu. Meski pengangguran bertambah namun jumlah penduduk yang berkerja di DIY dari hasil sakernas itu pun hingga Februari 2010 lalu juga meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja diketahui sebanyak 1,94 juta orang. Jumlah itu bertambah sekitar 17 ribu orang dibandingkan kondisi Februari 2009 yang sebesar 1,93 juta orang atau tambah 47 ribu orang bila dibandingkan keadaan Agustus 2009 yang mendekati 1,9 juta orang.
Dari jumlah penduduk yang bekerja itu, kata Suharno, paling banyak berada di sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 32,2 persen dan 22,9 persen. Sektor lainnya adalah bidang jasa-jasa dan industri pengolahan.
Data berupa data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kemudian dianalisis menggunakan indeks wiliamson dan regresi linier berganda. Hasil penelitian di Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan Rata-rata ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta yang dihitung dengan indeks ketimpangan Williamson sebesar 0,13. Ini berarti tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta pada tingkatan yang rendah
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR
Angka kemiskinan di wilayah Jawa Timur meningkat lantaran produksi pertanian menurun. Angka Sementara (ASEM) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,05 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan dengan produksi Padi tahun 2012 ATAP), terjadi penurunan produksi sebanyak 149,36 ribu ton (-1,22 persen). Penurunan produksi padi ini disebabkan penurunan tingkat produktivitas sebesar 2,59 kuintal/hektar (-4,20 persen).meskipun terjadi kenaikan pada luas panen sebesar 61,30 ribu hektar (3,10 persen).
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur menyatakan tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2013 berhasil diturunkan sampai 0,12 persen dari semula 4,12 persen pada 2012 menjadi 4 persen pada 2013. Tingkat pengangguran juga terlihat turun dari semula 819.563 (2012) menjadi 804.378 (2013). Dari jumlah itu, persentase tingkat pengangguran terbuka di Jatim pada 2013 ini hanya sekitar 4 persen, lebih rendah daripada persentase 2012 yang mencapai angka 4,12 persen.  Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja naik dari semula 69,62 persen (2012) menjadi 70,12 persen (2013).
Ketimpangan ekonomi antar wilayah disebabkan oleh ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah. Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang dianalisis menggunakan Indeks Williamson menunjukkan adanya konvergensi. Namun, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara PDRB per kapita tertinggi dengan terendah pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sehingga kecenderungan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI PAPUA
Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2013 sebesar 224.273 jiwa (26,67 %) mengalami kenaikan pada september 2013 menjadi 234.230 jiwa (27,14 %). Secara year-on-year (y-o-y) dari kondisi september 2012 ke september 2013, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 10.989 jiwa atau meningkat sekitar 0,10 pesen. Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2013 sebesar 224.273 jiwa (26,67 %) mengalami kenaikan pada september 2013 menjadi 234.230 jiwa (27,14 %). Secara year-on-year (y-o-y) dari kondisi september 2012 ke september 2013, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 10.989 jiwa atau meningkat sekitar 0,10 pesen.
Dari sisi implementasi, ada peningkatan pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah, penambahan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis, serta penurunan persentase penduduk miskin. Pada 2011, persentase penduduk miskin di Papua 31,98 persen, sedangkan di Papua Barat 28,2 persen.
Namun menurut Gubernur Papua Barat Abraham Atururi, meski ada penurunan persentase penduduk miskin, Papua Barat masih menempati urutan kedua provinsi termiskin. Jumlah pengangguran terbuka juga masih berkisr 5,5 persen, kendati sudah menurun ketimbang tahun 2009 sebesar 7,73 persen.
Di sisi lain, meskipun struktur ekonomi Papua Barat didominasi sektor industri pengolahan, terutama produksi LNG Tangguh, sampai saat ini manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat dan pemda. Laju pertumbuhan ekonomi juga tidak berkorelasi positif pada kesejahteraan rakyat.
Hingga kini Papua tetap menyimpan potensi konfilk yang sewaktu-waktu bisa meledak, seperti yang terjadi di Gorong-Gorong dan semua itu disebabkan berbagai ketimpangan yang terjadi di sana.
Informasi dari Polda Papua menyebutkan pengunjuk rasa yang kecewa karena tak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Freeport untuk menyampaikan aspirasi tiba-tiba membakar kendaraan milik perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Keadaan yang tidak terkendali menyebabkan petugas mengambil tindakan dan akhirnya terjadi bentrokan. Para pengunjuk rasa sesungguhnya ingin menyampaikan ketidakpuasan  terkait kesejahteraan yang diterima.

TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI GORONTALO
Berdasarkan survei pada September 2013 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 18,01 persen. Angka ini naik dibandingkan persentase penduduk miskin Maret 2013 yaitu 17,51 persen. Berarti selama kurun waktu 6 (bulan) telah terjadi kenaikan sebesar 0,5 persen; Jumlah penduduk miskin September 2013 di Provinsi Gorontalo sebanyak 200.970 jiwa, sementara jumlah penduduk miskin Maret 2013 sebanyak 192.584 jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Miskin di Provinsi Gorontalo selama periode Maret 2013-September 2013 bertambah sebanyak 8.386 jiwa
Jumlah penganggur pada Februari 2012 sebesar 22.639 orang, bertambah 2.822 orang dari keadaan Agustus 2011 sebesar 19.817 orang, atau bertambah 1.519 dari keadaan Februari 2011 sebesar 21.120 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) padaFebruari 2012 mencapai 4,81 persen (dari angkatan kerja), mengalami kenaikan dibandingkan TPT Agustus 2011 sebesar 4,26 persen, dan TPT Februari2011 sebesar 4,61 persen. Selama setahun terakhir (Februari 2011 – Februari 2012), sektorjasa dan lainnya mengalami kenaikan jumlah pekerja masing-masing sebesar 4.654 orang (5,34 persen) dan 28.411 orang (43,16 persen).
Kabupaten/Kota Gorontalo dengan jumlah indeks Williamson 0,6656 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan keempat tertinggi dengan jumlah 2,064. Selanjutnya tingkat ketimpangan tertinggi kedua ditempati oleh Kota Gorontalo dengan jumlah indeks Williamson 0,3251 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan kedua tertinggi dengan jumlah 3,16. Selanjutnya tingkat ketimpangan tertinggi ketiga ditempati oleh Kabupaten Bone Bolango dengan jumlah indeks Williamson 0,3171 dan tingakt PDRB perkapita berada diurutan kelima teringgi dengan jumlah 1,68. Tingakt ketimpangan tertinggi keempat ditempati oleh Kabupaten Boalemo dengan jumlah indeks Willaimson 0,2994 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan ketiga tertinggi dengan jumlah 2,32.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI ACEH
                Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada keadaan September 2013 sebesar 17,72 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan September 2012 yaitu sebesar 18,58 persen. Selama periode September 2012-September 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan, di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,92 persen (dari 12,47 persen menjadi 11,55 persen), dan di daerah perdesaan mengalami penurunan 0,83 persen (dari 20,97 persen menjadi 20,14 persen).
                Kasubdin Sumberdaya Manusia dan Perluasan Kesempatan Kerja Dismobnakerduk Aceh, Drs Mahdi mengatakan, angka pengangguran di Provinsi Aceh menurun sebanyak 9.000 oranG. Dengan rincian, sebanyak 174 ribu orang, turun menjadi 165 ribu orang. Menurut Mahdi, juga terjadi penurun jumlah pengangguran sebanyak 6.000 orang, yaitu dari 171 ribu orang pada tahun 2008 menjadi 165 ribu orang.
                Untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan mengevaluasi Rasio Gini yang memiliki kisaran nilai 0 - 1. Jika bernilai nol artinya pemerataan sempurna dan sebaliknya jika bernilai satu berarti ketimpangan sempurna. Rasio Gini lebih kecil dari 0,4 menunjukkan tingkat ketimpangan rendah, nilai 0,4-0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan sedang dan nilai lebih besar dari 0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan tinggi.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI RIAU
                Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau September 2013 sebesar 522,53 ribu jiwa (8,42 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang berjumlah 481,31 ribu jiwa (8,05 persen), jumlah penduduk miskin di Riau mengalami kenaikan sebanyak 41,22 ribu jiwa.Secara relatif terjadi kenaikan persentase penduduk miskin dari 8,05 persen pada September 2012 menjadi 8,42 persen pada bulan September 2013. Terjadi kenaikan sebesar 0,37 persen.Selama periode September 2012- September 2013, penduduk miskin di daerah perdesaan diperkirakan bertambah 34,92 ribu jiwa, sementara di daerah perkotaan diperkirakan bertambah 6,3 ribu jiwa.
                Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2013 mencapai 2.625.848 orang. Jika dibandingkan dengan total penduduk usia 15 tahun keatas yang berjumlah 4.127.474 orang, maka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi Riau sebesar 63,62 persen. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Riau pada Agustus 2013 sebanyak 2.481.361 orang, dengan rincian sebanyak 941.463 orang di bekerja di daerah perkotaan dan sebanyak 1.539.898 orang bekerja di daerah pedesaan. Jumlah pengangguran pada Agustus 2013 sebanyak 144.487, dengan demikian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau mencapai sebesar 5,50 persen, yang berarti naik jika dibandingkan dengan TPT di tahun 2012 yang hanya sebesar 4,30 persen.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan Untuk melihat rertumbuhan ekonomi diperlukan dafa PDRB yang dilihaf dari perkembansan nilai PDRB harga konstan 2000. Penelitian ini berjuan mengetahui pengelompokan kabupaten/kota dengan menggunakan metode Typologi Klassen, mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat ketimpangaq mengetahui apakah Hipotesis Kumets berlaku di Propinsi Riau atau tidak  rnengetahui hubungan antan tingkat ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang dianalisis menggunakan Korelasi Pearso. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Kuantitatif Deskripif. Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan typologi klassen non migas hanya Kota Pekanbaru yang digolongkan daerah maju, dengan menggunakan pendekatan PDRB per kapita tingkat ketimpangan di Propinsi Riau masih tinggi terutama untuk analisis migas dan tergolong rendah untuk analisis non migas.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI
Maluku adalah salah satu provinsi di Indonesia bagian Timur yang mengalami perlambatan kemajuan. Maluku di bagi menjadi 2 provinsi yakni Maluku Utara dan Maluku. Dua provinsi ini sama – sama mengalami perlambatan kemajuan. Maluku merupakan daerah yang punya potensi besar untuk maju dan berkembang. Hal itu terhambat karena daerah Maluku agak sulit di jangkau dan biaya transportasi untuk menuju kesana terbilang tidak murah. Maka dari itu banyak hal yang membuat Maluku mengalami hambatan untuk maju dan berkembang. Salah satu hal yang mendasari hambatan untuk maju di daerah provinsi Maluku adalah kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Minimnya fasilitas di Maluku membuat banyak diantara mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak terutama bagi kalangan yang menghuni pedalaman Maluku. Selain itu ras juga salah satu penghambat kemajuan di Maluku. Banyak diantara mereka yang masih menganut kepercayaan bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk menerima kemajuan karena akan memisahkan dunia mereka dengan nenek moyang mereka. Hal – hal demikian yang seharusnya dibenahi dan diperbaiki oleh pemerintah
Tingkat Pengangguran Ter­buka (TPT) di Provinsi Malu­ku pada Februari 2013 sebe­sar 6,73 persen, mengalami penurunan cukup signifikan  dibanding TPT Agustus 2012 yang sebesar 7,51 persen. Kepala BPS Maluku, Edison Ritonga, saat memberikan keterangan persnya kepada wartawan di Kantor BPS, Senin (6/7) menjelaskan,  jum­lah angkatan kerja di Provinsi Maluku Februari 2013 men­capai 714.378 orang, bertam­bah sebanyak 54.435 orang dibandingkan angkatan kerja Agustus 2012 sebanyak 659.953 orang, atau terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 8,23 persen
Masih banyak desa-desa yang terisolir dengan perumahan dan permukiman yang belum layak huni, terbatasnya infrastruktur kewilayah-wilayah produksi, jangkauan pelayanan kesehatan yang belum prima terutama pada wilayah-wilayah pedalaman, terbatasnya prasarana dan sarana sosial ekonomi serta masih terdapat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Maluku.
SOLUSINYA, memberikan lapangan pekerjaan agar bisa keluar dari garis kemiskinan yang kini mereka alami.untuk membangun kemandirian masyarakat yang berdaya saing dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan daerah.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar