TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI BANTEN
Jumlah penduduk miskin di Banten
pada Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang
(8,00 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar
648.254 orang (5,71 persen). Pada periode September 2012-Maret 2013, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan
penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin juga semakin menyempit.
Badan Pusat Statistik (BPS) Banten
mencatat angka pengangguran di Provinsi Banten berkurang atau cenderung
menurun,dari periode bulan Agustus 2012 mencapai 519,2 ribu penduduk angka
pengangguran terbuka maka,di periode yang sama pada bulan Agustus 2013 menjadi
509.300 penduduk. Jumlah angkatan kerja di Banten pada Agustus 2013 mencapai
5.146,3 ribu orang atau meningkat sekitar 21,2 ribu orang bila dibanding
angkatan kerja Agustus 2012, yaitu sebesar 5.125,1 ribu orang. Sedangkan jumlah
penduduk yang bekerja di Banten pada Agustus 2013 mencapai 4.637,0 ribu orang
atau bertambah sekitar 31,2 ribu orang bila dibanding keadaan pada Agustus 2012
sebesar 4.605,8 ribu orang.
Memasuki usia tiga belas tahun bagi
Provinsi Banten, jika dianalogikan dengan siklus usia manusia maka usia ini
sedang masuk masa remaja yang sering disebut masa puber. Perkembangan dan
perubahan fisik mulai terjadi dan secara naluriah rasa ingin tahu terhadap diri
dan orang lain juga semakin tinggi. Lembaga kesehatan di bawah PBB, WHO
mendefinisikan remaja sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa dengan
segala perubahan-perubahannya seperti perubahan fisik, hubungan sosial,
bertambahnya kemampuan dan ketrampilan, pembentukan identitas diri. Pada akhir
masa remaja diharapkan kedewasaan sudah tercapai, sudah mampu mencari nafkah
sendiri dan membentuk keluarga. Tulisan ini dimaksudkan menelaah berbagai
tantangan dan mengembangkan potensi menjadi hal konkrit untuk memperbaiki
berbagai kelemahan dan memantapkan laju kekuatan yang ada di Banten.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA
Jumlah penduduk miskin di DKI
Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu orang (3,72 persen).
Dibandingkan dengan Maret 2013 (354,19 ribu orang atau 3,55 persen), jumlah
penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau meningkat 0,17 poin.
Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah penduduk miskin
sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin meningkat 8,93
ribu atau meningkat 0,02 poin. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah
dan persentase penduduk miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil
jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus
dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Meskipun Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta telah berupaya melakukan terobosan untuk mengatasi krisis ekonomi namun
hasilnya belum memadai, dimana roda perekonomian belum berjalan sebagaimana
mestinya. Lambatnya pemulihan ekonomi telah menyebabkan angka pengangguran
masih tetap tinggi. Selain itu peningkatan angka pengangguran juga disebabkan
oleh tekanan angkatan kerja baru, serta masih berlangsungnya urbanisasi pada
kelompok usia kerja. Walaupun tidak memiliki sumber daya alam yang memadai,
tetapi sesungguhnya potensi ekonomi Provinsi DKI Jakarta cukup baik bahkan
tidak tersaingi oleh provinsi-provinsi lain, karena disamping sebagai ibukota
negara Jakarta juga merupakan pusat perdagangan dan jasa. Jakarta juga memiliki
potensi sumber daya perikanan, industry, pariwisata dan sumber daya manusia
berkualitas yang belum diberdayakan secara lebih terarah. Apabila
potensi-potensi ini dipadukan dengan pengembangan UKM, maka Jakarta akan
memiliki struktur dan fundamental ekonomi yang lebih sehat dan dinamis, baik
dalam penciptaan pendapatan, perluasan kesempatan kerja maupun keseimbangan
sosial.
Dikaitkan dengan kemakmuran suatu
negara atau wilayah, ketimpangan memberi gambaran bersifat makro, artinya tidak
akan mampu menjelaskan lebih lanjut apakah dengan ketimpangan rendah dengan
sendirinya negara atau wilayah tersebut makmur dan sebaliknya. Ketimpangan rendah
pada rata rata pendapatan tinggi adalah tepat dipakai sebagai ukuran
keberhasilan pembangunan, namun ketimpangan rendah pada rata rata pendapatan
rendah merupakan gambaran “kemiskinan yang merata” di negara atau wilayah
tersebut. Berbagai literature juga mengatakan, awal pembangunan yang ditandai
dengan pertumbuhan tinggi, pada umumnya akan berdampak pada ketimpangan yang
cukup tinggi pula.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT
Jumlah penduduk miskin (penduduk
yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan September 2013
sebesar 4.382.648 orang (9,61persen). Dibandingkan dengan bulan Maret 2013
sebesar 4.297.038 orang (9,52 persen), jumlah penduduk miskin bulan September
2013 mengalami kenaikan sebesar 85.610 orang (0,09 persen). Garis kemiskinan
Jawa Barat bulan September 2013 sebesar Rp. 276.825,- atau mengalami
peningkatan sebesar 9,64 persen dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan
Maret 2013 (Rp. 252.496,-).
Jawa Barat mengalami penambahan
jumlah angkatan kerja. Pada bulan Februari 2013 angkatan kerja berjumlah
20.388.637 orang, sedangkan pada Februari 2012 sebanyak 20.138.658 orang, atau
mengalami peningkatan sebesar 249.979 orang pada kurun waktu satu tahun. Jumlah
penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada Februari 2013 juga mengalami
peningkatan dibandingkan dengan Februari 2012. Pada bulan Februari 2013
penduduk yang bekerja tercatat sebanyak 18.573.371 orang, mengalami kenaikan
403.719 orang dibandingkan Februari tahun yang lalu sebanyak 18.169.652 orang.
Selama kurun waktu satu tahun terjadi penurunan jumlah penganggur sebanyak
153.740 orang. Pada Februari 2012 penganggur di Jawa Barat mencapai 1.969.006
orang, sedangkan pada bulan Februari 2013 tercatat penganggur sebanyak
1.815.266 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat mengalami
penurunan sebesar 0,88 persen dari 9,78 persen pada Februari 2012, menjadi 8,90
persen pada Februari 2013.
Pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur di Jawa Barat ternyata
diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin besar, terlihat
dari angka rasio gini yang meningkat. Semua pihak tentu mengharapkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur juga
diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin merata. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pertumbuhan ekonomi
sektoral, perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan di
Jawa Barat serta mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Angka kemiskinan di Provinsi Jawa
Tengah masih cukup tinggi, yaitu sebesar 14,98 persen atau di atas rata-rata
nasional sebanyak 11 persen. data kemiskinan di Jateng per September 2012
terdapat sekitar 4.244.206 rumah tangga (RT) atau 14,98% dari total jumlah RT
se-Jateng. Dari jumlah tersebut, terbagi RT berkategori "Sangat
Miskin" 521.186, RT "Miskin" 674.182, RT "Hampir Miskin"
1.155.102, dan RT "Rentan Miskin" 1.893.736. Ada beberapa
permasalahan terkait penanggulangan kemiskinan itu, antara lain belum
optimalnya akses layanan dasar pada masyarakat miskin, kurang tepatnya sasaran
penerima program perlindungan sosial, dan masih banyaknya penduduk miskin
pedesaan yang rendah produktivitas. Selain itu, faktor tingginya alih fungsi
lahan pertanian tanpa persiapan sumber daya manusia serta terjadinya bencana
alam.
Jumlah angkatan kerja di Jawa
Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99 juta orang, berkurang sekitar 108 ribu orang
dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar 17,09 juta orang dan bertambah 77
ribu juta orang jika dibanding Februari 2013 yang sebesar 16,91 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Tengah pada Agustus 2013 mencapai 15,97
juta orang, berkurang sekitar 169 ribu orang dibanding keadaan pada Agustus
2012 mencapai 16,13 juta orang dan berkurang sekitar 4 ribu orang dibandingkan
Februari 2013 sebesar 15,97 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
Jawa Tengah pada Agustus 2013 mencapai 6,02 persen, mengalami peningkatan
sebesar 0,39 persen poin dibanding TPT Agustus 2012 dengan nilai TPT sebesar
5,63 persen dan jika dibandingkan dengan Februari 2013 juga mengalami
peningkatan sebesar 0,45 persen poin dengan nilai TPT sebesar 5,57 persen.
Tujuan utama dari pembangunan
ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, juga mengurangi
tingkat kemiskinan, ketimbangan pendapat dan tingkat pengangguran serta
menciptakan kesempatan kerja. Pembangunan daerah Jawa Tengah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan
pembangunan di daerah. Sebagai prioritas pembangunan daerah provinsi Jawa
Tengah meletakkan pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi melalui
terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang diberbagai sektor baik dari segi
nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI D I YOGYAKARTA
fakta tentang angka kemiskinan
terbesar di Jawa pun begitu mengejutkan. Siapa sangka provinsi termiskin
se-Jawa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Rasanya tak mungkin DIY yang melesat
hebat sebagai kota jasa dan wisata dengan sejumlah simbol pembangunan kotanya
yang menggurita justru menyimpan kondisi yang sebaliknya. Masalah kependudukan
memang dipahami banyak pihak menghimpit DIY, tapi kemiskinan apakah begitu
dahyat?.Faktanya meski menyandang status Daerah Istimewa angka kemiskinan DIY
ternyata tak kalah “istimewa”. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkini
pada September 2013 menunjukkan persentase penduduk miskin kota dan desa di DIY
sebesar 15,03%. Angka tersebut memang turun dari periode yang sama tahun
2012. Namun tingkat kemiskinan di DIY tetap menjadi yang terbesar di
antara seluruh Provinsi di Jawa. Sebagai gambaran DKI Jakarta yang dikenal
memiliki banyak penduduk miskin kota persentase kemiskinannya sebesar 3,72%.
Sementara Banten yang dikenal sebagai salah satu provinsi tertinggal memiliki
angka kemiskinan 5,89%. DIY pun masuk ke dalam 10 besar provinsi termiskin di
Indonesia.
Jumlah pengangguran di Provinsi DI
Yogyakarta dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Yogyakarta hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) yang
dilakukan Februari 2010 diketahui jumlah pengangguran di DIY meningkat hingga
3.300 orang dibandingkan tahun 2009 lalu. Meski pengangguran bertambah namun
jumlah penduduk yang berkerja di DIY dari hasil sakernas itu pun hingga
Februari 2010 lalu juga meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja diketahui sebanyak
1,94 juta orang. Jumlah itu bertambah sekitar 17 ribu orang dibandingkan
kondisi Februari 2009 yang sebesar 1,93 juta orang atau tambah 47 ribu orang
bila dibandingkan keadaan Agustus 2009 yang mendekati 1,9 juta orang.
Dari jumlah penduduk yang bekerja itu, kata Suharno, paling banyak berada di sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 32,2 persen dan 22,9 persen. Sektor lainnya adalah bidang jasa-jasa dan industri pengolahan.
Dari jumlah penduduk yang bekerja itu, kata Suharno, paling banyak berada di sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 32,2 persen dan 22,9 persen. Sektor lainnya adalah bidang jasa-jasa dan industri pengolahan.
Data berupa data sekunder yang
diperoleh dari BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kemudian dianalisis
menggunakan indeks wiliamson dan regresi linier berganda. Hasil penelitian di
Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan Rata-rata ketimpangan
distribusi pendapatan di Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta yang
dihitung dengan indeks ketimpangan Williamson sebesar 0,13. Ini berarti tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten dan kota Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tingkatan yang rendah
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR
Angka kemiskinan di wilayah Jawa
Timur meningkat lantaran produksi pertanian menurun. Angka Sementara (ASEM)
2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,05 juta ton Gabah Kering
Giling (GKG). Dibandingkan dengan produksi Padi tahun 2012 ATAP), terjadi
penurunan produksi sebanyak 149,36 ribu ton (-1,22 persen). Penurunan produksi
padi ini disebabkan penurunan tingkat produktivitas sebesar 2,59 kuintal/hektar
(-4,20 persen).meskipun terjadi kenaikan pada luas panen sebesar 61,30 ribu
hektar (3,10 persen).
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi,
dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur menyatakan tingkat pengangguran terbuka
pada tahun 2013 berhasil diturunkan sampai 0,12 persen dari semula 4,12 persen
pada 2012 menjadi 4 persen pada 2013. Tingkat pengangguran juga terlihat turun
dari semula 819.563 (2012) menjadi 804.378 (2013). Dari jumlah itu, persentase
tingkat pengangguran terbuka di Jatim pada 2013 ini hanya sekitar 4 persen,
lebih rendah daripada persentase 2012 yang mencapai angka 4,12 persen.
Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja naik dari semula 69,62
persen (2012) menjadi 70,12 persen (2013).
Ketimpangan ekonomi antar wilayah
disebabkan oleh ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah. Trend
ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang dianalisis
menggunakan Indeks Williamson menunjukkan adanya konvergensi. Namun, terdapat
perbedaan yang sangat jauh antara PDRB per kapita tertinggi dengan terendah
pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sehingga kecenderungan ketimpangan
di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI PAPUA
Jumlah penduduk miskin (Penduduk
yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2013
sebesar 224.273 jiwa (26,67 %) mengalami kenaikan pada september 2013 menjadi
234.230 jiwa (27,14 %). Secara year-on-year (y-o-y) dari kondisi september 2012
ke september 2013, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 10.989
jiwa atau meningkat sekitar 0,10 pesen. Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi Maret 2013 sebesar
224.273 jiwa (26,67 %) mengalami kenaikan pada september 2013 menjadi 234.230
jiwa (27,14 %). Secara year-on-year (y-o-y) dari kondisi september 2012 ke
september 2013, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 10.989 jiwa
atau meningkat sekitar 0,10 pesen.
Dari sisi implementasi, ada
peningkatan pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf, dan rata-rata
lama sekolah, penambahan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis, serta
penurunan persentase penduduk miskin. Pada 2011, persentase penduduk miskin di
Papua 31,98 persen, sedangkan di Papua Barat 28,2 persen.
Namun menurut Gubernur Papua Barat Abraham Atururi, meski ada penurunan persentase penduduk miskin, Papua Barat masih menempati urutan kedua provinsi termiskin. Jumlah pengangguran terbuka juga masih berkisr 5,5 persen, kendati sudah menurun ketimbang tahun 2009 sebesar 7,73 persen.
Di sisi lain, meskipun struktur ekonomi Papua Barat didominasi sektor industri pengolahan, terutama produksi LNG Tangguh, sampai saat ini manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat dan pemda. Laju pertumbuhan ekonomi juga tidak berkorelasi positif pada kesejahteraan rakyat.
Namun menurut Gubernur Papua Barat Abraham Atururi, meski ada penurunan persentase penduduk miskin, Papua Barat masih menempati urutan kedua provinsi termiskin. Jumlah pengangguran terbuka juga masih berkisr 5,5 persen, kendati sudah menurun ketimbang tahun 2009 sebesar 7,73 persen.
Di sisi lain, meskipun struktur ekonomi Papua Barat didominasi sektor industri pengolahan, terutama produksi LNG Tangguh, sampai saat ini manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat dan pemda. Laju pertumbuhan ekonomi juga tidak berkorelasi positif pada kesejahteraan rakyat.
Hingga kini Papua tetap menyimpan
potensi konfilk yang sewaktu-waktu bisa meledak, seperti yang terjadi di
Gorong-Gorong dan semua itu disebabkan berbagai ketimpangan yang terjadi di
sana.
Informasi dari Polda Papua menyebutkan pengunjuk rasa yang kecewa karena tak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Freeport untuk menyampaikan aspirasi tiba-tiba membakar kendaraan milik perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Keadaan yang tidak terkendali menyebabkan petugas mengambil tindakan dan akhirnya terjadi bentrokan. Para pengunjuk rasa sesungguhnya ingin menyampaikan ketidakpuasan terkait kesejahteraan yang diterima.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI GORONTALO
Informasi dari Polda Papua menyebutkan pengunjuk rasa yang kecewa karena tak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Freeport untuk menyampaikan aspirasi tiba-tiba membakar kendaraan milik perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Keadaan yang tidak terkendali menyebabkan petugas mengambil tindakan dan akhirnya terjadi bentrokan. Para pengunjuk rasa sesungguhnya ingin menyampaikan ketidakpuasan terkait kesejahteraan yang diterima.
TINGKAT KEMISKINAN, PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI GORONTALO
Berdasarkan survei pada September
2013 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 18,01 persen.
Angka ini naik dibandingkan persentase penduduk miskin Maret 2013 yaitu 17,51
persen. Berarti selama kurun waktu 6 (bulan) telah terjadi kenaikan sebesar 0,5
persen; Jumlah penduduk miskin September 2013 di Provinsi Gorontalo sebanyak
200.970 jiwa, sementara jumlah penduduk miskin Maret 2013 sebanyak 192.584
jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Miskin di Provinsi Gorontalo selama
periode Maret 2013-September 2013 bertambah sebanyak 8.386 jiwa
Jumlah penganggur pada Februari
2012 sebesar 22.639 orang, bertambah 2.822 orang dari keadaan Agustus 2011
sebesar 19.817 orang, atau bertambah 1.519 dari keadaan Februari 2011
sebesar 21.120 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) padaFebruari 2012
mencapai 4,81 persen (dari angkatan kerja), mengalami kenaikan
dibandingkan TPT Agustus 2011 sebesar 4,26 persen, dan TPT Februari2011
sebesar 4,61 persen. Selama setahun terakhir (Februari 2011 – Februari
2012), sektorjasa dan lainnya mengalami kenaikan jumlah pekerja
masing-masing sebesar 4.654 orang (5,34 persen) dan 28.411 orang (43,16
persen).
Kabupaten/Kota Gorontalo dengan
jumlah indeks Williamson 0,6656 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan
keempat tertinggi dengan jumlah 2,064. Selanjutnya tingkat ketimpangan
tertinggi kedua ditempati oleh Kota Gorontalo dengan jumlah indeks Williamson
0,3251 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan kedua tertinggi dengan jumlah
3,16. Selanjutnya tingkat ketimpangan tertinggi ketiga ditempati oleh Kabupaten
Bone Bolango dengan jumlah indeks Williamson 0,3171 dan tingakt PDRB perkapita
berada diurutan kelima teringgi dengan jumlah 1,68. Tingakt ketimpangan
tertinggi keempat ditempati oleh Kabupaten Boalemo dengan jumlah indeks
Willaimson 0,2994 dan tingkat PDRB perkapita berada diurutan ketiga tertinggi
dengan jumlah 2,32.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI ACEH
Persentase
penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada
keadaan September 2013 sebesar 17,72 persen. Angka ini menurun dibandingkan
dengan September 2012 yaitu sebesar 18,58 persen. Selama periode September 2012-September
2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami
penurunan, di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,92 persen (dari 12,47
persen menjadi 11,55 persen), dan di daerah perdesaan mengalami penurunan 0,83
persen (dari 20,97 persen menjadi 20,14 persen).
Kasubdin
Sumberdaya Manusia dan Perluasan Kesempatan Kerja Dismobnakerduk Aceh, Drs
Mahdi mengatakan, angka pengangguran di Provinsi Aceh menurun sebanyak 9.000
oranG. Dengan rincian, sebanyak 174 ribu orang, turun menjadi 165 ribu orang.
Menurut Mahdi, juga terjadi penurun jumlah pengangguran sebanyak 6.000 orang,
yaitu dari 171 ribu orang pada tahun 2008 menjadi 165 ribu orang.
Untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan
mengevaluasi Rasio Gini yang memiliki kisaran nilai 0 - 1. Jika bernilai nol
artinya pemerataan sempurna dan sebaliknya jika bernilai satu berarti ketimpangan
sempurna. Rasio Gini lebih kecil dari 0,4 menunjukkan tingkat ketimpangan
rendah, nilai 0,4-0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan sedang dan nilai lebih
besar dari 0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan tinggi.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI RIAU
Jumlah
penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau
September 2013 sebesar 522,53 ribu jiwa (8,42 persen). Jika dibandingkan dengan
penduduk miskin pada September 2012 yang berjumlah 481,31 ribu jiwa (8,05
persen), jumlah penduduk miskin di Riau mengalami kenaikan sebanyak 41,22 ribu
jiwa.Secara relatif terjadi kenaikan persentase penduduk miskin dari 8,05
persen pada September 2012 menjadi 8,42 persen pada bulan September 2013.
Terjadi kenaikan sebesar 0,37 persen.Selama periode September 2012- September
2013, penduduk miskin di daerah perdesaan diperkirakan bertambah 34,92 ribu
jiwa, sementara di daerah perkotaan diperkirakan bertambah 6,3 ribu jiwa.
Jumlah
angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2013 mencapai 2.625.848 orang.
Jika dibandingkan dengan total penduduk usia 15 tahun keatas yang berjumlah
4.127.474 orang, maka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi Riau
sebesar 63,62 persen. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Riau pada
Agustus 2013 sebanyak 2.481.361 orang, dengan rincian sebanyak 941.463 orang di
bekerja di daerah perkotaan dan sebanyak 1.539.898 orang bekerja di daerah
pedesaan. Jumlah pengangguran pada Agustus 2013 sebanyak 144.487, dengan
demikian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau mencapai sebesar 5,50
persen, yang berarti naik jika dibandingkan dengan TPT di tahun 2012 yang hanya
sebesar 4,30 persen.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu ukuran keberhasilan pembangunan Untuk melihat rertumbuhan ekonomi
diperlukan dafa PDRB yang dilihaf dari perkembansan nilai PDRB harga konstan
2000. Penelitian ini berjuan mengetahui pengelompokan kabupaten/kota dengan
menggunakan metode Typologi Klassen, mengetahui dan menganalisis seberapa besar
tingkat ketimpangaq mengetahui apakah Hipotesis Kumets berlaku di Propinsi Riau
atau tidak rnengetahui hubungan antan
tingkat ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang dianalisis menggunakan
Korelasi Pearso. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Kuantitatif
Deskripif. Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan typologi
klassen non migas hanya Kota Pekanbaru yang digolongkan daerah maju, dengan
menggunakan pendekatan PDRB per kapita tingkat ketimpangan di Propinsi Riau masih
tinggi terutama untuk analisis migas dan tergolong rendah untuk analisis non
migas.
TINGKAT KEMISKINAN,
PENGANGGURAN dan KETIMPANGAN DI PROVINSI
Maluku adalah salah satu provinsi
di Indonesia bagian Timur yang mengalami perlambatan kemajuan. Maluku di bagi
menjadi 2 provinsi yakni Maluku Utara dan Maluku. Dua provinsi ini sama – sama
mengalami perlambatan kemajuan. Maluku merupakan daerah yang punya potensi
besar untuk maju dan berkembang. Hal itu terhambat karena daerah Maluku agak
sulit di jangkau dan biaya transportasi untuk menuju kesana terbilang tidak
murah. Maka dari itu banyak hal yang membuat Maluku mengalami hambatan untuk
maju dan berkembang. Salah satu hal yang mendasari hambatan untuk maju di
daerah provinsi Maluku adalah kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Minimnya fasilitas di Maluku membuat banyak diantara
mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak terutama bagi kalangan yang
menghuni pedalaman Maluku. Selain itu ras juga salah satu penghambat kemajuan
di Maluku. Banyak diantara mereka yang masih menganut kepercayaan bahwa mereka
tidak diperbolehkan untuk menerima kemajuan karena akan memisahkan dunia mereka
dengan nenek moyang mereka. Hal – hal demikian yang seharusnya dibenahi dan diperbaiki
oleh pemerintah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
di Provinsi Maluku pada Februari 2013 sebesar 6,73 persen, mengalami
penurunan cukup signifikan dibanding TPT Agustus 2012 yang sebesar 7,51
persen. Kepala BPS Maluku, Edison Ritonga, saat memberikan keterangan persnya
kepada wartawan di Kantor BPS, Senin (6/7) menjelaskan, jumlah angkatan
kerja di Provinsi Maluku Februari 2013 mencapai 714.378 orang, bertambah
sebanyak 54.435 orang dibandingkan angkatan kerja Agustus 2012 sebanyak 659.953
orang, atau terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 8,23 persen
Masih banyak desa-desa yang
terisolir dengan perumahan dan permukiman yang belum layak huni, terbatasnya
infrastruktur kewilayah-wilayah produksi, jangkauan pelayanan kesehatan yang
belum prima terutama pada wilayah-wilayah pedalaman, terbatasnya prasarana dan
sarana sosial ekonomi serta masih terdapat ketimpangan antar wilayah di
Provinsi Maluku.
SOLUSINYA, memberikan lapangan pekerjaan agar bisa keluar
dari garis kemiskinan yang kini mereka alami.untuk membangun kemandirian
masyarakat yang berdaya saing dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan
daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar